MARS YPP. SELAPARANG
2025-06-18 04:16:32
Hari tasyrik, yang yang tahun ini jatuh mulai tanggal 7, 8, dan 9 Juni 2025 dalam penanggalan kalender Masehi atau 11, 12, dan 13 Dzulhijjah dalam kalender hijriyah merupakan moment penting untuk refleksi diri bagi ummat Islam. Kata التَّشْرِيقُ berasal dari bahasa Arab yang berarti "menjemur sesuatu" atau "matahari terbit". Dikatakan demikian karena pada hari-hari tersebut, orang-orang biasanya menjemur daging kurban untuk dibuat makanan atau lauk agar awet.
Hari Tasrik juga dikenal sebagai hari makan, minum, dan berdzikir kepada Allah, hari-hari ini menjadi lanjutan dari kemeriahan Idul adha. Di tengah suasana penuh berkah ini, sebagian orang memilih merayakannya tidak hanya dengan berkumpul bersama keluarga dan sahabat, tetapi juga dengan menyatu bersama alam. Seperti yang dilakukan oleh Ketua Yayasan Islam Selaparang Kediri Lombok Barat, Dr. TGH. Lalu Patimura Farhan, M. HI Bersama Panitia Penerimaan Santri Baru (PPDB) Pondok Pesantren Selaparang, yaitu melakukan kegiatan hiking ke Bukit Batu Idung Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat.
Hiking sendiri bukan hanya sekadar olahraga atau kegiatan rekreasi di alam terbuka semata, tapi lebih dari itu. Ketika hiking dilakukan dengan niat dan kesadaran spiritual, ia bisa menjadi perjalanan batin. Hari tasyrik adalah waktu yang sangat dianjurkan untuk memperbanyak takbir, tahmid, dan dzikir. Mendaki bukit sambil mengingat Allah, menikmati ciptaan-Nya, dan mengucap syukur atas setiap tarikan napas adalah bentuk ibadah yang terasa lebih dalam dan menyentuh hati.
أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلَّهِ
“Hari-hari Tasyrik adalah hari-hari makan, minum, dan zikrullah ta’ala.”(HR Muslim)
Hiking di hari tasyrik menjadi sarana untuk memaknai hadis ini secara nyata: makan dari bekal yang halal, minum air yang menyegarkan, sambil berdzikir dalam heningnya alam.
Ketika seseorang mendaki bukit atau gunung, ia akan melepaskan diri dari hiruk-pikuk dunia. Di ketinggian dan kesunyian alam menjadi ruang untuk refleksi diri. Manusia menyadari betapa kecil dirinya di tengah alam semesta ciptaan Allah ini. Daun-daun yang bergoyang, angin yang berhembus lembut, dan cahaya matahari yang menyusup di celah pepohonan semuanya menjadi pengingat akan lemahnya kita dan Maha kuasaan-Nya Allah.
Momentum ini sangat sejalan dengan semangat tasyrik yaitu mengisi hari dengan kesadaran spiritual, bukan sekadar rutinitas lahiriah. Inilah yang menjadi alas Menjadikan kegiatan Hiking sebagai Ibadah. Karena itu, hiking di hari tasyrik bukan sekadar pelarian dari kesibukan, tetapi perjalanan spiritual. Di setiap langkah mendaki, ada kesempatan untuk merenung, berdzikir, dan mensyukuri karunia hidup. Bukit dan gunung menjadi saksi ketulusan hati yang ingin lebih dekat dengan Sang Pencipta.
Di tengah udara segar dan keheningan alam, mungkin kita bisa lebih mendengar suara hati, lebih banyak merenung, dan lebih sadar bahwa hidup ini seperti mendaki gunung atau bukit, perjalanan menuju ketinggian yang hakiki adalah keridhaan Allah SWT.
Lembar, 09 Juni 2025
AL FAQIR, ABU NAUFAL MUBAROK